tertunduk di atas tanah
bulir bening membuatnya basah
menjilat waktu mengenang dulu
memahami rahim tujuan pulang
pedih merintih, ibu tersedu menangis
tulus kasihnya sirna, di injak telapak kakiku
ketika,
hasrat menghangat
waktu berjingkat binal
meregang urat - urat setubuhi amarah
syahwat membuncah basahi singgasana insan
pasrah terantuk di tubuh yang selingkuhi gemuruh nafsu
merayapi lembah - lembah liar
tanpa adab tanpa etika abaikan semua norma
durjanaku menggila menggilas nilai-nilai
makin membara, degup jantung - jantung
tanpa hirau urat nadi, tiada jeda menjarah nikmat
ibuku semakin kesakitan
atas nama keyakinan yang entah
anak -anaknya di tikam perbedaan
keyakinan yang membinasakan
keindahan...
tabur benih di atas batu
seperti hakikat tanpa tuah
mulut menari asik ber marifat
ungkapkan keindahan, indahnya ilusi semata
nyata terang purnama di anggap biasa
hidung tak pedulikan bau amis darah
lucu, mengira indah rahasia
sementara terang purnama tak meilih siapa
pemuka agama, bahkan penjahat, orang alim pun dzalim
si kaya si miskin, semua rasakan terangnya
bukan lucu, aku memang dungu,
hanya tak inginkan lambaian perpisahan
pada perbedaan, nyata sebuah keindahan
'perbedaan itu indah' bukanlah kiasan pelengkap sajak
bukan pula ilusi penafsiran...
yang timbulkan prasangka dan 'merasa diri'
kerdilkan tuhan dengan seruan belaka
aku adalah kamu
kita yang yang tak terpisahkan
aku dan kamu
hanyalah kita yang menunggu layu
tubuhku, tubuhmu
serupa prosa
kubaca, kupahami
hingga bait terakhir
robek atau hancurkan
terserah mauku maumu
sementara, diam bukan pilihanku
Abdie,2806011