Ae. R


Selasa, 28 Juni 2011

Tubuhku Prosaku

tertunduk di atas tanah
bulir bening membuatnya basah
menjilat waktu mengenang dulu
memahami rahim tujuan pulang

pedih merintih, ibu tersedu menangis
tulus kasihnya sirna, di injak telapak kakiku

ketika,
hasrat menghangat
waktu berjingkat binal
meregang urat - urat setubuhi amarah
syahwat membuncah basahi singgasana insan
pasrah terantuk di tubuh yang selingkuhi gemuruh nafsu
merayapi lembah - lembah liar
tanpa adab tanpa etika abaikan semua norma
durjanaku menggila menggilas nilai-nilai

makin membara, degup jantung - jantung 
tanpa hirau urat nadi, tiada jeda menjarah nikmat

ibuku semakin kesakitan
atas nama keyakinan yang entah
anak -anaknya di tikam perbedaan
keyakinan yang membinasakan
keindahan...

tabur benih di atas batu
seperti hakikat tanpa tuah
mulut menari asik ber marifat
ungkapkan keindahan, indahnya ilusi semata
nyata terang purnama di anggap biasa
hidung tak pedulikan bau amis darah

lucu, mengira indah rahasia
sementara terang purnama tak meilih siapa
pemuka agama, bahkan penjahat, orang alim pun dzalim
si kaya si miskin, semua rasakan terangnya

bukan lucu, aku memang dungu,
hanya tak inginkan lambaian perpisahan
pada perbedaan, nyata sebuah keindahan
'perbedaan itu indah' bukanlah kiasan pelengkap sajak
bukan pula ilusi penafsiran...
yang timbulkan prasangka dan 'merasa diri'
kerdilkan tuhan dengan seruan belaka

aku adalah kamu
kita yang yang tak terpisahkan
aku dan kamu
hanyalah kita yang menunggu layu

tubuhku, tubuhmu
serupa prosa
kubaca, kupahami
hingga bait terakhir
robek atau hancurkan
terserah mauku maumu
sementara, diam bukan pilihanku



Abdie,2806011

Kepergianmu

Saat mengalir air mata itu, teriris halus hatiku
pucat wajahmu tak kuasa menahan piluku
ku usap lembut wajahmu, dalam kekosongan tatapanmu
aku merasakan ketakutan kehilangan nafasmu

namun sesaat ini masih kurasakan nafasmu
saat ini kurasakan masih mengalir dalam nafasku
Dengan kelembutan angin malam kubelai urai rambutmu
ujung jariku merasakan getaran

kasihku yang bergejolak
sayangku seakan berontak
seakan tak kuasa untuk ku tahan
seakan kutolak malam bertepi biarkan kejora bersaksi

tak kuasa kutinggalkan hatimu menangis pilu
di kedalaman nurani telah terpatri janji
satukan kasih dalam hati walau hidup dalam derita
walau malam hendak bertepi

janji dalam nurani tak pernah berakhir
rindu ini tak pernah berujung
andai aku bisa menemanimu dipeti itu
kita berjalan menuju cahaya





Abdie,



Selamat Malam Semesta

Langit terang dimalam yang tenang
Menyambut malam semesta hening
Sendirian bulan sabit bertahan,

Sesekali terhalang awan

Menanti bintang ramaikan hening
Kutemani kau agar tak kesepian
Kita bercerita tentang kehidupan
Sambil menikmati udara malam


Malam ini sahabat malamku dulu
Saat berpacu dengan waktu, 

Namun semua telah berlalu
Kini aku tak mau terpaku pada cerita lalu
Demi sebuah kesejatian, hakiki yang kulupakan



Ku ungkap cerita, lama perjalanan
pengembaraan dan umur kehidupan
Meski usia terus melaju tanpa terasa
Tetapi aku tetap tak bisa berbuat apa apa


Lembaran kenangan lusuh tak dapat tertahan
Padahal aku benci lambai perpisahan
Yang membinasakan makna kebersamaan
Demi sebuah kesejatian, hakiki yang kulupakan


Kelahiran bukan sebuah keterlanjuran kehidupan
Disana ada pertumbuhan, pengertian, pemahaman, kedewasaan 
Kemuliaan, kebijakan, kebencian, kesombongan,
Pengkhianatan, keangkuhan dan kehinaan yg berjalan bersama
Demi sebuah kesejatian, hakiki yang kulupakan


Malam ini aku harus menemukan arti, agar dpt memahami
Perpisahan adalah kepastian dari pertemuan, 

Tetapi bukan akhir kebersamaan 
Kesempurnaan adalah akhir perjalanan, 

Namun bukan akhir pengembaraan 


Duhai, bulan sabitAntarkan aku menemukan kesejatian, hakiki yag kulupakan 
Langit terang dimalam yang tenang
Bulan sabit mulai bosan, bersiap untuk meninggalkan
Meski dia tahu aku takut kehilangan 
Namun ia meninggalkan pesan

 
"Kehidupan adalah perjalanan menuju kesejatian 

untuk sebuah pengembaraan menemukan kesempurnaan"


Abdie,21052010