Ae. R


Sabtu, 02 Juli 2011

Keparat

Jerat,
Pengerat
Berotak bejat
Sikat semua sekat


Rakyat
Sekarat,
Hitung detak urat
Menunggu di sayat


Taring
Tanpa terang
Terang - terangan 
Taring - taring
Tikam jantung jelata mengerang


Pengerat,
Demokrat
Liburan ke negeri sebrang
Menunggu lupa tiang gantungan


Abdie,02072011

Oh Pertiwi

saat mendung
menanti cahaya
memeluk kabut
pengap udara

menganga luka lama
luka baru bertambah parah
tak lagi putih panji - panji
merahnya berbau amis

tanpa arah kemudi serakah
comberan cermin yang retak
bayang kaca tak lagi nyata
negeri ini menuju sirna

bertepi di riuh pesta
demokrasi tersiram racun
bendera yang berwarna warni
di tangan srigala ia berkibar

rimba - rimba
menangisi pepohonan
ombak di bajak para perompak
hilang tebing di kaki gunung

duhai, pertiwi
tak bisa ku balut luka
hanya sajak menunggu jejak
robek tertinggal di tanah garapan


Abdie,02072011

Nafas Malam

kembali kau tiupkan
nafas - nafas rindu
lantunkan syair suara hati
saat malam serumpun sunyi

bait - bait aksara
tertoreh di dinding jiwa
dalam sejenak perenungan
diantara berjuta bintang

kini hanya kenang
membawa nafas malam 
ke dalam pelukan hening
bersama kisahmu

masih sesak dada,
sahabat pun saudara
menderai do'a - doa
teringat ketulusan
yang kau tuliskan di sisa nafas


Abdie,02072011

Ah

Anggap saja pelayan kami mati
Terkubur di gedung megah
Bersama huru hara yang meruah
Sengketa yang tak pernah usai

Jangan berdalih kau orang biasa
Lalu resah kami di jawab keluhmu
Tindakan sebagai pemimpin bangsa
Bukanlah keluh dan air mata

Abaikan saja segala fatwa
Sebab kedaulatan negara itu utama
Ditanganmu kuasa jutaan jiwa
Presidenku, tercinta...

Kutulis ini
Di pinggir jalan
Bersama bocah kecil
Seniman jalanan 


Abdie,02072011

Bingkisan Angin Malam

Berulang kali mencoba
Ku rayu rasa lupakan semua
Namun gelisah selalu menyapa
Saat cinta pun rindu berirama beda

Benarkah ini rasa?
Membutakan semua tatap 
Rindu meluap laksana air bah
Hanyutkan segala namun tak sampai muara

Hingga akhirnya,
Mengikis habis kepercayaan
Menggerus semua keyakinan
Tentang keberadaan aku dan kamu

Membendung tapi tak bisa
Seperti berlayar tak temukan dermaga
Tuk berlabuh lepaskan jangkar
Janji hanya bingkisan angin malam

Rebahkan rasa,
Puisikan sejuta makna
Hinga kering bulir bening
Dalam sendu merindu semilir rindu

Dalam gundah
Melukis wajah
Yang pernah singgah
Yang membuat sayapku patah


Abdie,10102008

Apa Kabarmu Di Sana

Kawan,
Se iring waktu
Ku menunggu
Hingga ajal 
Menjemputmu

Bait pesan darimu
Dua hari yang lalu
Bercerita tentang masa lalu
Sebuah harap, 
Penantian masa depan

Mengurai makna kesabaran 
Ketulusan ungkapan hati
Sesak dada, mulutku membisu
Terenyuh, haru ketulusanmu

Malam semakin dingin
Kisahmu bertepi di tempat sepi
Ada apa? tanyaku dalam hati
Ah, seolah tak percaya

Kau telah tiada
Tinggalkan kenang di beranda
Entah sampai kapan 
Kerinduan ini kan terjawab

Mungkin,
Nanti, saat senyumku
Nikmati hangat mentari pagi 
Di taman yang beda
Bersamamu
...


Abdie,01021999

Rindu

Saat cintaku pergi…
Saat itu aku ingin pergi selamanya…
Semua bahagia telah menjadi derita…
Batinku tak kuasa menahannya…
...Tangis hanya jadi sahabat malamku…
Aku rindu dia…
Aku rindu saat dia bilang sayang…
Aku rindu saat dia bilang rindu aku…
Aku rindu saat dia manja padaku…
Aku rindu saat dia kecup bibirku…
Tapi aku sangat rindu akan cintanya…

“Tiap malam ku hanya mengigau memanggil namanya…
Saat ku terbangun….
Aku hanya menangis…
Dia tak ada lagi…
Sekali lagi aku menagis malam itu…
Sampai malam berikutnya…
Semua jadi teman tidurku saja…
Menangis…
Menangis…
Menangis…
Dan menangis…
Aku rindu dia… ”


oleh Agus Iskandar pada 17 April 2011


Terpatri Janji

semesta terbuka,
di antara tenda -tenda
lentera tertiup semilir

di sini kami bersama
nikmati malam bersama kawan
berbagi cerita nyanyikan cinta

gitar tua, kawan setia 
iringi lagu tentang rindu
api unggun yang menyala
hangatkan suasana hati bersatu

seakan enggan melewatkan
akrab suasana cengkrama
binatang malam pun bersahutan
berpadu tawa kawan sebaya

terpatri janji bertaut hati
setia kawan, sahabat sejati
meski esok pagi langkah kaki
entah dimana bertepi 
menikmati hangat sang mentari 
sendiri...


Abdie,Gunung Papandayan 15082005







Harga Keadilan

Mengantri,
Tangan - tangan
Tengadah menanti 
Ketokan palu

Keadilan,
berbaris menunggu giliran
terhempas di kolong meja
terinjak sepatu mengkilat
terikat di dasi-dasi mewah

tangan tengadah 
menjadi sajak
ratap meminta
bijak beranjak

sembunyi di balik jubah
bilangan harga keadilan
terpuruk sudah di sudut ruang
harga- harga kebenaran


Abdie,11012008



Apa Kata Hutan

Katanya kalian miliki tangan memelihara
Nyatanya hanya panjang tangan
Menjarah Jauh hingga ketengah hutan
Tak ada lagi ruang  menghirup segar udara belantara

Katanya ajaran kalian, mengajarkan cinta kasih
Nyatanya hanya taburkan benih dengki dan benci
Menjadi lupa diri karena ambisi tanpa kendali
Bukankah itu menghianati amanat kitab suci,,

Katanya kalian mencintai alam
Nyatanya hanya merusak lingkungan
Membinasakan kasih sayang belantara
Hanya sisakan resah penghuni rimba


Abdie,02032010

999

Menyapa senja menjawab tidak 
Menyapa malam berucap jangan
Namun tak pernah letih aku mencari
Saat kuingat kau pergi, tinggalkan senyum mengiris hati
Pelukis langit memberi warna
Saat seniman semesta lupa membacakan mantera
Saksikan pagi yang berseri berlalu pergi
Tanpa sempat menitipkan janji
Saat siang kan beranjak tiada sempat terucap kata
Namun tak pernah terlintas putus asa
Meski rasa menyimpan luka, dengan sejuta cerita
Kau berjalan menuju cahaya
Tinggalkan cerita dunia fana
Kini aku tahu pagi akan selalu pergi, tanpa kata janji
Namun harus kupahami pagi akan selalu kembali
Harus kupahami, hujan turun basahi bumi
Terkadang derasnya tak sempat kabari awan
Kini aku tahu setiamu dulu laksana batu
Tiada jemu tak kenal ragu, akan semua lalaiku


Aku malu

aku terharu
Maafkan aku atas semua lalaiku!
Kini kupilih diam untuk bertahan menanti pagi kembali





Abdie,08012010

Di Akhir Nafas

Lama sudah terasa kujalani kehidupan
karena tak mampu kuhitung kedipan mataku
Berjuta hembusan dari berjuta helaan nafasku
Mendampingi lusuh raga yang membalut rapuhnya jiwa

Setia menemani saat berbagi cerita
kehadirannya memberi makna
Meski ceritanya kadang berubah sekehendak
Karena amarah yang bergejolak

Sampai nafas pun lelah berteriak
Tapi tetap tak bisa berbuat apa-apa
Karena rantai amarah membelenggunya
Walau sesekali terlepas namun kembali mengikatnya

Hingga takdir disalahkan
Seraya beteriak inilah takdirku
Akankah amarah ini tetap membelenggu
Hingga nafasku menjadi bisu


Abdie,13022010

Sekuntum Bunga Segelas Air

Kulihat langit tampak wajahnya muram tak ceria
Namun tetap setia menaungi
Kulihat Purnama nampak sedang enggan bercerita
Tetap menerangi namun seperti membisu

Lama terdiam dalam dingin yang membekukan rasa
Hingga lelap menuntunku, ke dalam mimpi
Dalam sebuah ruang berdinding kelam, bau dan menyesakkan
Kusaksikan pergumulan antara malaikat dan iblis

Namun keduanya membawa sekuntum bunga
Keduanya sama - sama membawa segelas air
Keduanya taburkan bunga dalam ruang  itu
keduanya siramkan air dalam ruang berdinding kelam itu

Tak lama berselang wangi bunga  kucium dalam ruangan ini
Terasa sejuk ruangan ini, meski dindingnya masih kelam
Aku masih berdiri di dalam ruang ini
Ditemani heran dan berjuta tanya di kepalaku

Malaikat yang dipuja dan iblis yang di cerca
Sama - sama taburkan wangi bunga hilangkan bau
sama - sama siramkan air datangkan sejuk sirnakan dahaga
Dalam ruang yang berdinding kelam ini

Sampai mataku terbuka, heran dan tanyaku tetap ada
Kembali kulihat langit, ternyata kau simpan cerita di balik wajah murammu
Kembali kulihat purnama, ternyata bisumu menyimpan berjuta makna
Semoga bunga dan airmu tetap harumkan dan sejukkan ruangku


Abdie,11122010

Rindu Cerita Hati

Jangankan berlari meninggalkanmu
Menjauhpun tak pernah terlintas di benakku
Aku masih ada, aku masih tetap terjaga
Namun kini jangankan sebait, satu katapun tak pernah terucap

Setiap hari aku hanya berkata
Esok akan ku luangkan waktu
Untuk sekedar memuja dan memuji
Karena ku rindu cerita hati

Ternyata aku tak pernah sempat, namun tak pernah salahkan waktu
karena ragaku selalu penat, terbawa emosi sesaat
Sehingga asa itu muncul membutakan rasa
Namun yakinku mengatakan nanti akan tiba saatnya

Hingga saat malam menjelang, kerinduan itu mulai datang
Perlahan mulai terbuka rasa yang sebelumnya buta
Tertunduk malu, saat ku dengar cerita dari hati
Kini aku hanya berharap semoga esok rasa itu tetap terbuka


Abdie,12122010

Hitamku

Hitamku
Sangat kuat inginku menghapusmu
Namun kau telah menjadi batu
Menyatu dalam daging dan tulangku
Sampai kapanpun tak pernah bisa terhapus

Hitamku
sekali saja berbuat, akan tertulis selamanya
Namun keberadaanmu ternyata tidaklah sia - sia
bangunkan sadarku yang terlelap di dekap nafsu
Untuk belajar menerima karena itulah ulahku sendiri

Hitamku
Mungkin aku tidak akan mengulang
namun ingatan takkan bisa hilang
Yang telah terjadi bukanlah mimpi
Bahkan hingga nafasku berhenti,
kamu akan tetap ada

hitamku
aku mencintaimu


Abdie,12122010

Nanti

Nanti ,
Kaulah yang membuatku lunglai
Saat langkahmu tak lagi hampiri aku
Kaulah sumber air mataku
Saat matamu tak lagi menatapku

Nanti,
kaulah yang mebuatku tuli
saat tak kudengar lagi sapa suaramu
kaulah yang membuat tanganku kaku
saat genggamanmu tak lagi kurasakan

Nanti ,
kau adalah harapan semuku
saat aku tidak menjadi pilihanmu
kau akan menjadi duka hidupku
saat kau sirnakan aku dari ingatanmu

Nanti ,
kaulah sakit yang akan kurasakan
saat suara lembut dan merdumu
mengiris hati, menikam jantungku
mengucapkan selamat tinggal ..

Nanti ,
Kau akan membawa nafasku
terbang bersama mimpi keabadianku


Abdie,15122010

Akui Saja

Akui Saja
Iya atau tidak, nyata ataukah maya,
Saat jari telunjukmu yang berkuku tajam menunjuk
kekuasaan itu ada di ujung jari berkuku tajammu

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
kau berharap kesenangan datang dari ujung jarimu itu
kau berharap kebahagiaan saat kaum lemah sedang berduka

Akui saja
Iya atau tidak, nyata ataukah maya
Apakah kuku tajammu itu menusuk jantung para pembangkang
Ataukah membuat senang musuh-musuh kebenaran

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
Kau katakan pajak yang kalian berikan akan kuganti dengan kemakmuran
Padahal kau telah persiapkan mesin untuk menghancurkan

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
Kau memang setia pada janji, taat jalankan sumpah
Hingga titipan kau rubah menjadi milik sendiri

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
Ujung kukumu yang tajam, berisi Undang - Undang
Jadi senjata ampuhmu mengais rejeki

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
kau hanya membungkuk tetapi tidak takut pada hukum
karena sebenarnya hukum itu ada di ujung jarimu, hingga bebas mengelabui

Akui saja
iya atau tidak, nyata ataukah maya
menjunjung tinggi tugas negeri hanyalah nomor dua
menunaikan kewajiban bersama selir - selirmu adalah prioritas utama

Akui saja, ini bukan dunia maya


abdie,2009