Ae. R


Kamis, 07 Juli 2011

Tujuh Juli

detak detik yang berlalu
ciptakan masa menjadi kenang
duka pun bahagia, canda dan tawa
hangat mengisi beranda

kini, kau bebas dari riuhnya fana
tinggalkan pahatan bermakna cinta
di sini, kami mengukir rindu-rindu
pada mentari juga kejora itu

kau telah pergi
namun pahatanmu takkan mati
menjadi saksi derai-derai puji
sahabat, pun saudaramu dalam sunyi

puisi tujuh Juli ini kutulis untukmu
seperti kejora yang tersenyum
mencumbu purnama nikmati malam
tersenyumlah Rani!


Abdie,07072011

ku ucap selamat malam

pada waktu,
yang tak pernah lelah
mengukir jutaan langkah

pada jarak,
yang tiada jeda
mengukur setapak jejak

pada kamu,
yang menyatu
dalam jarak dan waktu
mengisi ruang kosongku


Abdie,07072011

Teuing naon Ngaranna


Kudu bau mun teu seungit
Puguh seungit lain nu urang
Panjang karasa nyugakna
Pondok karasa nyogokna

Elmu ukur bangkarak
Mangsa teu jadi tapak
Ngagurat di jalan satapak

Kiwari loba tibalik
Biwir luhung laku linglung
Cul dog dog tinggal igelna
Rengkenek sulaya tina gamelan

Suling teu wawuh jeung gelikna
Kacapi teu apal ka jentrengna
Tarompet ukur toetna

Alus lain ukur basa
Hade lain ukur carita
Intelektual teu jadi ukuran
Bijaksana jeung muliana jelema

Lamun teu ka ambeu bau
Komo deui ka ambeu seungit
Teu karasa nyugak komo nyogok
Teuing sajak teuing naon di sebutna

Nu jelas lain bangke lain malati
Bangke mah kaambeu bauna
Malati ka ambeu seungitna

Ieu mah teu bau-bau acan komo nyeungitan
Ah, lieur teuing naon ieu ngaranna


Abdie,07072011

Senja dan Sajak

Kilauan cahaya memantul dari kaca - kaca jendela gedung bertingkat, 
dan mobil di jalan raya. Awan putih bergerak, ber iringan, sepintas pandang seperti lambaian telapak langit pada cahaya. Cahaya yang membias di dinding - dinding gedung, di papan - papan reklame yang miring, lalu  rona senja dan senyum pejalan kaki, tawa riang anak -anak muda bahkan tangis ibu- ibu tua, se iring waktu redup lalu menghilang di pelukan malam. Kemudian menyala lampu-lampu jalanan, bersiap menerangi geliat - geliat tarian malam.

Langit membingkai segala, kisah waktu tentang tarian - tarian kehidupan, lelap di ranjang malam. Bahagia pun duka  di bawah genting-genting, di atas daun-daun dan ranting-ranting, cermin indah anugrah alam, wujud nyata  lembaran kalam yang bergerak lintasi siang. Tak ingin ku lewatkan kisah yang mengesankan antara rona senja dan cerita kehidupan yang menjadi catatan melewati gerbang malam. Ingin kutulis sajak untukmu, tuk melepas pengap di beranda malam kita.

tahu kah kau
tentang apa yang kurasa
saat malam gantikan siang
terangnya membuatku sangat tenang

kupinta kejora,
jadi saksi di gerbang malam
tiada lagi keraguan
mencintaimu...


Abdie,07072011

Di Tangan Kita

negeri kasih sarat kisah
kisah kasih yang terbelah
buyutku buyutmu catatan sejarah
membisu kini di atas sebidang tanah

aku mungkin juga kamu rasakan gundah
saat rentetan sejarah moyang kita di jarah
bukan oleh tangan asing namun tangan - tangan se darah
perih ngarai, tebing menangis lembahpun kini bernanah

sahaja hilang di desa, wibawa musnah di kota 
aku dan kamu menjadi dewasa atau sama- sama teraniaya
jatuh enggan terbangun, sia -sia terkapar menunggu binasa
bukankah kita bangsa yang gagah, rela korbankan nyawa

ingatlah,
seruan kita satu nusa satu bangsa satu bahasa
dan satu tanah air kita INDONESIA

ikrar kata saling setia sesama
di atas altar BHINNEKA TUNGGAL IKA
degup jantung kita sama inginkan damai dan sejahtera
puncak gunung dasar samudra menjadi tanda
tinggi dan tulusnya cita - cita kesatuan bangsa
di bawah naungan lentera cakrawala yang sama

ini negeri kita
di sini cinta bangsa mengalir
dalam nafas PANCASILA
sejuk di pangkuan pertiwi

sabang sampai marauke
merah menyala putih berwibawa
kibarnya kini di tangan kita


Abdie,07072011

Google Photo

Deru Debu Satu Mei

sesak berdesak peluh bercucuran
membasah di gerbang istana
teriakkan bebaskan keadilan
yang di penjara di ruang sidang

tatap memandang garang
wajah perang mereka pasang
nyala di dada siap memanggang
naskah undang-undang yang pincang

tak henti teriak caci
bebaskan hati dari belenggu tirani
pada petinggi- petinggi negeri
menuntut hak azasi

meski kami hanya kuli
sandarkan hidup di mesin pabrik
namun kami masih punya harga diri
takkan biarkan negeri ini tercabik

oleh angkara di meja kaca
yang tuliskan kebijakan dan angin sorga
namun nyatanya hanya api neraka
hanguskan azasi manusia


Abdi,Hari Buruh 01052011
Google Photo