Ae. R


Sabtu, 09 Juli 2011

Di Batas Rasa

berakar sunyi mencumbu pagi
sepasang mata memandang gerbang
selaksa rintik jatuh di tengah telaga
di hiasi merah merekah teratai mekar

kusebut saja cinta,
gerbang pembatas ada dan tiada
bersama teratai yang mekar ia terbuka
rintik pun lelap di pelukan telaga

abadi cinta,
rintik mengisi telaga
menjadi pembuka batas mata
melihat sempurna cinta pemilik semesta

saling mengisi
di tiap batas rasa
mewujud cinta

terimakasih semesta
hujan pagimu begitu bermakna
mampu membasuh segala murka


Abdie,23062009

Bayangku

berhamburan memecah malam
kerlap kerlip anak - anak langit
menghiasi luas cakrawala
dalam asuhan terang purnama


di bawah temaram
ku lihat samar bayangan 
terpaku dalam sejuta kenang 
terbata, mengeja rahasia malam
menjadi syair kehidupan


tertunduk,
lirih berharap tak samar langkah 
dalam asuhan terang rembulan


Abdie,14062011


Malam Membingkai Sajak

mengalun melodi senja  
iringi renung di relung malam
retakkan pundak tersungkur relung


sesal membasah di sujud resah
terhempas tubuh menyibak tirai
berharap temaram terangi jalan


tubuh enggan beranjak
hingga malam membingkai sajak
untuk sajian menyambut pagi
bersama cinta di pelupuk mentari


Abdie,09072011

Kenangan Si Jelita


cinta, mantra para pemuja
dupa puji keindahan semesta
rindang kasih sepanjang jalan
mekar bersemayam di qalbu insan

duhai jelita, 
semilir terbangkan angan
menepi di janji-janji kenikmatan
torehkan tulisan di dinding harapan
tak salah tetua berkata "priangan si jelita" 

kini, sepanjang jalan Asia Afrika
lengangnya hanya saat gulita tiba
kenangan - kenangan masa lalu lelap bertukar mimpi
berjajar sepanjang jalan Seokarno Hatta

seperti tersapu badai zaman,
jelita priangan terbang entah kemana
tak kutemukan di jalan Braga yang katanya jalan para bapa
kini anak zaman lupa cara saling menyapa

Goa Pakar konon katanya tempat para pakar
hanya kenangan purba sirna di telan masa
kini pejalan kaki lupa melangkah dimana
tak tahu cara menepuk bahu sahabat setia

Babakan Siliwangi tak lagi berseri
berbagi wangi dari tumpukan sampah
silih wangian kini hanya catatan sejarah
tak lagi ramah rekah senyum dibibir basah

dupa puji dan mantra para pemuja,
alamat jelas di sepanjang Jalan Suci tertutup debu tebal
menutupi wajah dan pintu-pintu rumah

duhai, jelita masa lalu tak mungkin kembali
biarlah ku kenang segala indahmu
yang terpuruk di selangkang zaman

pada jalan menitip langkah
pada langit menitip teduh
pada hinanya raga kutitipkan lika liku
pada semesta kutitipkan hidup dan kehidupan
sepanjang Jalan Kota Parahyangan


Abdie, Dago17081998


Malam Jaya Giri

ku tulis bait puisi 
dari dahan pinus bukit Jaya Giri
dari dingin kabut kota Lembang
dari  harum pohon teh Sukawana

antrian panjang masa depan
berbaris menuju perbukitan
berbenah mencari parkiran
ada juga yang linglung cari alamat tujuan

tertutup kabut jalan setapak
terhenti kaki membuat jejak
terlena fana yang senyum dalam sajak
terpuruklah sudah di dalam pekat dan sesak

apa yang kan di banggakan
dari keharuman yang terpuruk
bagaimana bisa mengantar sunyi
sementara alamat hilang di tempat

menyulam malam dengan kehangatan
mencumbu bayang dalam temaram
lantunkan tembang bunga mayang
mengatri harapan menuju lingkaran




Abdie, Jaya Giri,2003



tua renta

tua renta di ruang sidang
berkilah tentang kebenaran
ayat - ayat dijadikan pedang
cabik keadilan teriakan asma

inikah kebenaran?
nyata murka dianggap mulia
binasa memusuhi sesama

kasihan kamu,
tua tetapi sangat renta
usiamu hanya hitungan angka percuma
tidak menjadikanmu manusia

hanya satu kedipan mata
aku dan kamu menunggu giliran binasa
tak perlu membuat ledakan
dan teror menakutkan


Abdie,14062011

140897

terimakasihku pada hujan
yang memberiku gigil dan beku
di teras depan rumahmu

nikmat terasa,
secangkir kopi yang kau suguhkan
seolah menjadi telaga yang luas
tempat kata berenang
terjemahkan asmara
berikan kehangatan
pada gigil dan beku

bertaut kata
kenang pertemuan
kini, tanpa hujan
tanpa kopi di suguhkan
hanya semilir suguhan malam 
asmara tenggelam di telaga waktu


Abdie, Bandung97

Liu

temaram bilik - bilik 
tawarkan kenikmatan
sepakati transaksi siap
berdendang...

namanya Liu,
kembang impor dari negeri bambu
mulus dan cantik berdarah amrik
lama menjadi warga indonesia

Liu-liu berdarah asli
tak kalah mulus beradu cantik

sandarkan nasib pada malam
gantungkan hidup di bawah temaram
mulus dan cantik, di tikam zaman
terkapar di cumbu ketidak adilan

sekedar menyambung hidup
pada paha berharap bahagia
karena itu yang mereka punya

Liu! kau bukanlah seorang pendosa
kau lebih terhormat dari mereka
yang melacurkan keadilan
yang telah merampok keringat ibu dan ayahmu


Abdi,Bandung 1998

Ibu dan Bapakku

Mencumbu karang
Di atas piring kutaruh gelombang
Derunya kujadikan santapan 
Hingga laut ku jadikan Ibuku

Pedih perih ku jadikan bunga
Menyibak duri di wangi mawar 
Ku ikuti aliran darah ke tengah rimba
Hingga belantara ku jadikan Bapakku

Setubuhi waktu mendekap makna
Senggama kata berbagi kalimat
ku melihat kejujuran, dan keadilan
Tak berdaya di bau ketiak-ketiak kehidupan

Ibuku lebih terhormat dari kejujuran
Bapakku lebih mulia dari keadilan



Abdie,11022007


Tergadai Kembang

di terik siang
terkubur debu
di dingin malam
berselimut kelam

tertidur kembang,
lelap di pelukan kemiskinan
peluh mengucur di piring kosong
sengal nafas memburu haru

bulir bening tenggelamkan nurani
di laut pasang menderu gelombang
mengucur peluh, lunglai di ranjang niaga
kembang tergadai di taman impian 

terbenam di pinggiran kota
gubug miring dan piring plastik
nyanyikan rasa pada kejora
sabdakan tubuh di keluh malam

kembangku malang,
terpasung kemiskinan
tergadai di tanah kelahiran


Abdie,10122010