Buah Sumpah

terjebak 

lupa detak

tiada jejak

sumpah berubah galak

diksi mati

tergilas ambisi

tanpa realisasi

wajah -wajah  pucat pasi

kota-kota saling bajak

tubuh - tubuh tergeletak

tanpa suara tanpa detak

kampung-kampung mati

pada  detak yang tak pasti

lengkapi nestapa Pertiwi

buah sumpah penguasa

hanya sampah berbau dusta

Abdie,19072011

Sabar

terucap,

ketika kata membentur batu

gelombang menerjang perahu

sembilu mengiris qalbu

terdengar lirih,

saat lenggang di tolak kenang

gemetar tubuh di remang malam

menatap lentera perlahan redup

menjadi senyuman,

saat menghela nafas di atas batu

gelombang berikan tinta, sembilu menjadi pena

menggambar peta, alur cerita di layar kecil

beralaskan samudra perahu kertas sampaikan pesan

adalah lentera, lirih sesal di remang malam

Abdie,19072011

Membaca Pelangi

lengkung memadu warna 

hiasi langit sehabis hujan

memantul bias - bias cahaya

sebatang dahan tua

lirih bergumam pada dedaun

masih adakah waktu tersisa untukku?

membaca pelangi seusai hujan

Abdie,18072011

Tubuh Sunyi

makna syair

nada dan irama 

di tubuh yang sunyi

meninggalkan tangisan

jejak abstrak memahat peta

perjalanan panjang menuju dermaga

kibar layar meridukan arah angin

menghitung detak menuliskan sajak

sampai kapan perahu berlayar

mengikuti arah angin menuju asal

sementara buah persetubuhan semakin subur

menjelma segala rupa dan warna menghiasi samudra

tubuh sunyi

tubuh yang sepi

merindu nada dan irama

mengiringi kidung pusara

Abdie,19072011

Tiga Baitku

sederhana memakna

memahami alur cerita

laksana do'a-do'a malam

membedah wajah di cermin kelam

jiwa terbata mengeja cinta

satu huruf bertukar tempat

diam diantara koma dan titik

menanti spasi musim berganti

gelora rindu di telaga qalbu

biarkan saja membeku menyambut musimku 

di bawah terang matahari, meleleh di cermin bisu

menjadi huruf hidup inisial namaku

Abdie,19072011

Aku

angka-angka

di meja kaca

hitungan angan

menanti waktu

serpihan detik terbelenggu

bulir bening di kaca malam

menjelma kata sebait sajak

teropong hati memandang diri

aku,

suka atau tidak

nyata atau maya

tak lebih berharga

dari sebutir debu

Abdie,18072011