Ae. R


Rabu, 06 Juli 2011

Lintasan

Sia-sia,
Saat laju tak lagi berseru
Saat langkah tak jadi kaca
Sungguh terasa hampa

tinggalkan noktah di persinggahan
membentuk sketsa menakutkan
tanpa terang di kanvas malam
pijak berjejak ke al-faan

retak sudah kaca jendela
di lempar batu hingga ke beranda
entah dimana detak tersisa
membisu tak lagi bersuara

lintasi hening jangkrik menyanyi
dahan terjatuh daunnya terbakar
hati mengering sejuknya mati
pohonnya runtuh lalu terkapar


Abdie, 06072011

Sajak Siang Ini

Kekasihku,
wangimu rapuhku
jiwa ini  meminta sekedar tegar
lirih bibir ucapkan rindu
namun, tetap saja membisu

ah, hilang kuasa 
sirna di aura siang
senyummu terang mentari
lunglaikan raga-raga
yang membingkai segala murka


Abdie,06072011

Serapuh itu kah?


tiada warna di kelopak
tak kulihat kilau mutiara 
tiada irama iringi rindu
hanya harap menatap langit

melangkah kaki-kaki mungil
tak gontai sembunyikan ragu 
simpan suara hingga senja
bukan bisu, sengaja ia sisakan

tuk sekedar merayu malam
mengantar lelap lupakan semua
hingga waktu menjelang pagi
mendekap syukur di alam mimpi

selamat tinggal ia ucapkan 
pada cinta dan kejujuran
yang terbakar api angkara
saat siang kembali bertandang

mereka tak jadi agenda di rapat terbuka
saat nyanyikan rindu di halaman istana
sumbang, cibir mengacungkan bedil 
rapuh cinta Ibu pada Kota


Abdie, Cengkareng2009

Google Photo



Ibu Tua

muram wajah,
bisu mulut menyeru
tiada aroma senyum 
menyiram ujung kembang

lunglai raga- raga
tertusuk semilir siang
tak tentu nasib di ujung hari
menoreh tulisan di jalan raya

kain robek selimuti bayi
ibu-ibu tua menjaja duka
tangan tengadah berharap iba
derma para mulia

lihatlah mereka,
duhai, penguasa negeri
lukislah wajahnya di qalbumu
agar kau rasa apa yang mereka rasa


Abdie - A Suryana,
Bandung - Semarang 2006

Photo by Google

Setengah Wajah Ibukota

bunga-bunga tidur kolong jembatan
keadilan,kedamaian,kemakmuran,kesejahteraan

sirna dalam opera paripurna
para pengemban amanah duafa
pura - pura kata serukan derita 
bahasa sempurna tikam jantung jelata

senyum manis mengiris
anak negeri yang menangis
hamparkan angan tersapu angin
merayu malam lupakan dingin

kasih Ibu tidaklah hilang
namun sirna di tengah Kota
kini kasih Ibu pada Kota itu
jadi wacana di layar kaca

menabur luka-luka 
tangan- tangan para tetua
anak -anak negeri
hirup bunga tertusuk duri


Abdie,Jakarta21022010


Asaku

saat nafsu  berlari,
ia begitu jauh tinggalkan jiwaku
saat amarah membuncah
begitu ganas menyayat lukai jiwaku

jiwaku menemani
saat ku sedih dan menangis 
meski ku selalu melupakannya
saat bahagia larut dalam riuhnya pesta 

Jiwaku dengan sabar menanti saat kulari meninggalkannya
Jiwaku tak pernah mengeluh saat aku melukainya
Jiwaku sangat adil tak bosan temani saat sedihku datang
Jiwaku tak menolak saat aku melupakannya

meski kau tak pernah bosan,
namun sadarku mengatakan kau lelah
dengan semua yang kulakukan, tiada makna
maafkan aku, karena asaku melupakanmu


Abdie,13122010

Di Kaki Gunung

sesaat renung, membaca jejak
kaki gunung menyimpan makna
bekas telapak langkah kita
menjadi guratan kehidupan

teguk saja hingga tetes terakhir
bahagia pun luka yang ada
jadikan catatan kebersamaan
saat gunung tak lagi melihat kita


di bawah sana,
dalam keangkuhan wajah
dalam kerlip lampu-lampu 
dalam bising suara - suara
dalam kebohongan kata-kata
kita kan hilang...

namun, catatan yang kita baca
membuat kita tak pernah merasa kehilangan
karena kau adalah bagian dari tubuh ini
nafasku adalah nafasmu sahabatku!


Abdie, Gunung Burangrang2002