Ae. R


Kamis, 21 Juli 2011

Hajat Negeri

hujat menghujat 
ramaikan suasana hajatan
reformasi demokrasi
sekarat ramaikan hajatan
revolusi
bersimbah buah hujatan
merah


Abdie,Bandung,2011
Makar

tajam kuku-kuku
tumbuh di buku-buku
mencakar
memutus akar
tak hiraukan asma-asma terkapar


Abdie,Bandung,21072011
Hadapi Saja

raihlah malam,
tak perlu menolak siang
pertemuan pun perpisahan
adalah pasangan kehidupan

dua sisi dari koin yang sama
tak perlu membungkam sebuah catatan
lambaian perpisahan pun jabat tangan pertemuan
kehilangan bukanlah kesendirian yang membisu


Abdie,2010

Jubah Terakhir

Gaun pesta, jas mewah berderet penuhi lemari
Berjajar rapi, wangi, berwarna warni
Tak terpikirkah, warna jubah terakhir
Tak adakah ruang tersisa, meski di baris terakhir
Tidakkah hening memberi sedikit arti
Apakah bulir bening di pipi itu  hanya rindu imaji
Tidakkah sepi membuat luruh sendi-sendi
Saat menyadari rindu hanyalah bagian kecil dalam diri

Hingar bingar, penuh canda dan tawa
Warna warni gaun pesta, menambah meriah suasana
Sungguh indah di pandang mata, sejenak lupakan duka
Lalu pernahkah terpikir, warna gaun terakhir  seusai pesta

Abdie,2010

Lima Ayat

lima ayat tentang cinta
ibarat matahari terangi bumi
menjadi gembala para kelana
lantunkan kidung - kidung pertiwi


gugus tanah nusa bersatu
memanjang di hamparan kenang
di bawah terang dan langit biru
bernaung ragam adat dan budaya


lima ayat menebar cinta
mendayung segala beda menuju dermaga
di bawah layar keinginan yang sama
damai sesama di negeri merdeka




Abdie,Bandung 21072011

Azasi Pinggiran

madah suci 
alunan mantra
dari ruang tanpa suara
nyanyian azasi yang terabaikan

keras hati mengungkap arti
para petani yang membajak lahan
tak hirau tubuh disengat terik matahari
tak ada keluh saat peluh diguyur hujan

orang kecil, orang pinggiran
azasinya terabaikan tanpa kepastian
hak suaranya berharga hanya saat pemilihan
namun dibungkam saat serukan keluhan


terlantar tiada jaminan 
hidup sehat pun berpendidikan
bulir dan peluh anak bangsa membeku ditepian
menjadi wangi jubah- jubah kebesaran


Abdie,21072011
Google Photo




Kopi Pagi Untukmu Burung Nazar


hukum tak berkutik
di cengkeraman politik
dalih-dalih kuasa siapkan taktik
menyembur bara dipicu pemantik

kemana tikus kan lari, saat lumbung terbakar api
ia menyelinap di ketiak srigala yang telah siapkan akomodasi
kini tikus asik tak henti bernyanyi, iramanya seperti tembakan berantai
menyulut amarah, ketar-ketir lalu kebakaran jenggotlah para petinggi partai

kepak sayap burung nazar makin melebar terus nyasar
kicaunya yang merdu mulai menyebar, cakarnya pun siap menyambar
mengira dirinya ksatria padahal pengecut, dengan pongahnya terus sesumbar
menggelar prahara di negeri tercinta, membuat jantung saudaranya berdebar

bersilat lidah siapkan senjata
untuk menembak si burung nazar
sebelum paruhnya semakin liar mengungkap fakta

tanpa sadar dagelan kata para tetua mulai membuka 
kebusukan yang tertutup slogan dan topeng pengabdian 
azasi jelata di kebiri, sebab suaranya hanya berguna saat pemilu belaka
kini tak didengar dan membisu di megahnya dinding gedung dewan

kopi pagi ini untukmu burung nazar,
mungkin agak terasa pahit, maklum saja kini gula tak lagi manis
dan bertambah pahit saja saat kulihat bocah telanjang dada meringis
menabur duka berharap iba, namun hanya dapatkan senyum sinis

masih mending jika kamu hanya setitik nila susu rusakpun hanya sebelanga
namun sandiwara politik yang kamu mainkan bisa hancurkan dunia
teruslah bernyanyi sampai tergugah nurani untuk kembali
secara ksatria  mengungkap kebenaran meski harus berperang demi kedamaian pertiwi

Abdie,Bandung 21072011

Malamku

tak ingin sekedar diam
sendiri, duduk bersila 
dalam kelam berteman angan
membiarkan malam berlalu sia-sia


melukis semilir 
memahat cakrawala


kupinta purnama
sinarnya menjadi goresan pena
menerangi makna-makna
semilir dan cakrawala


menjadi penuntun
langkahku melintasi waktu




Abdie,21072011









Tangan Kita

kata kita
reka-mereka
kata-kata merdeka
merdekakan kata-kata
saat angkara setubuh kata
membara hanguskan rasa
luka lalu musnah merdeka
kemerdekaan binasa
di tangan kita



Abdie,21072011

Dua Rasa Mengeja Makna

lelah mata membaca kata
namun rasa tak henti memakna
tertelungkup kantuk di buai asa
mengantrilah mimpi berharap nyata

seakan berlalu semaunya
waktu menggerus bagaikan arus
sebelum sempat sampai muara
gejolak hasrat kandas di karang sebab

melarung renung menggapai ujung
yang entah di persimpangan ke berapa
senyum membingkai jawab semua tanya
menyatu temu menuju dermaga

kecewa atau sesal akhiri cerita
adalah kenyataan yang harus di petik
bukanlah pilihan pun jawaban
yang pantas dijadikan penyesalan
sebab ia buah dari pohon keinginan yang kita tanam

dan tak perlu dipersalahkan
sebab cinta pun kerinduan
adalah simpul yang mengikat berjuta makna,
bukan hanya cerita abadi adam dan hawa
pun romantisnya kisah asmara rama sinta

hingga akhirnya waktu di salahkan
padahal rahwana kita mengumbar murka
membentuk sketsa di cermin retak
menodai nilai-nilai dan kerinduan akan hakiki makna

meski punggung tak punya mata
namun rasa menyimpan makna
ia mampu mengurai segala simpul
hingga sebab tidaklah jadi pesakitan

dan waktu,
takkan berhenti pun kembali
atasnama penyesalan
kita...



Abdie,21072011