Ae. R


Senin, 20 Juni 2011

Monster

berkhotbah
Di mimbar mimbar derita
Menarilah bibir berbisa cobra
Semburkan bisa matikan rasa

siang tidaklah jalang
seruan 'monster' buatku berang
moncong nyerocos serukan teror
terkapar makna ayat ayat

ikat kepala berhias belati
tak sepaham pasti ditikam
sabda sabda penghakiman
yang muliakan kekerasan
 
duhai matahari,
kutuklah aku yang enggan berlari
biarlah panasmu bakar dunia
bukan amarah sekelompok kecil 
kaum berjubah...



abdie,11072009


Di Altar Ikrar

pada irama sendu atau derai air mata
pada kata atau resah jiwa
mengurai cinta bentangkan angan
aku tak tahu sayang...

jika jarak dan waktu adalah cinta
biarkan jarak menepi di ruang hati
waktu tersenyum berlabuh di singgasana qalbu
bukan angan tempatnya bertemu

agar tiap gerbong tak ada ragu
melaju menapaki lurusnya rel tanpa keliru
suka duka menjadi bumbu, menari di bibir manis
mengulum sesak lantunkan solusi bijak

seperti karang akrab gelombang
perahu mencumbu ombak beriak
setia bukanlah dusta bibir berbisa
adalah rasa yang menghalau angkara

bukan pada resah jiwa, irama sendu dan derai airmata
mengurai cinta membentang angan
adalah di altar persembahan utusan tuhan
tempat pertemuan jarak dan waktu ikrarkan cinta



abdie, 05052011

Kicau Burung Di Sisa Dahan

Ilalang kering tertimpa ranting
bersahutan kicau burung di sisa dahan
melihat dedaunan berterbangan mencari tempat
bersemayam saat malam datang

apakah waktu bisa membuat setiap kita melepaskan cintanya
seperti pepohonan ini yang melepaskan daun daunnya
dan membiarkannya  bersatu mengering
seperti ranting menimpa ilalang kering
bersimpuh di kaki ibu dalam hening

apakah cinta yang selamanya itu
benar benar nyata adanya?
agar warna pelangi tak lagi dinanti

hanya aku dan kamu
mencumbu kerlip kejora
nikmati terang purnama
kerakal langit cemburu dan membisu
melihat aku dan kamu
memungut dedaun kering
jadikan altar sebuah ikrar
agar nyata bukan lagi sebuah tanya
pandangan mata tanpa penglihatan rasa

aku selama kamu menanti pelangi
sampai ia pergi memberi warna
pada deras hujan yang mengguyur tubuhmu
takan terlepas tangan menggenggam

hingga lunglai itu
hingga bisu itu
hingga sirna itu
hingga warna itu
adalah aku dan kamu

saat hujan mulai berhenti
ia tak mampu menghentikanku
membasahi tubuhmu
dengan sejuta rasa

pernah di suatu ketika di sebuah senja
dedaun kering mencumbui bumi dicemburui langit yang agung
padahal saat itu sedang lembayung
terindah dari segala warna dan rona

lalu malam tiba menjemput bulan
saat kunang kunang bermesraan di bawah kelam
bintang mencemburui remang
padahal pantulan cahayanya lebih terang
cinta takkan tercermin dari apa yang
terlihat kasat mata
saat rasa yang merajai masa
hanya cinta yang tertata
namun kadang malah membuat buta
jika rasa tak lagi jadi indera



abdie-dissa, 07052011

Pengadilan Senja Kita

keindahan itu kamu,
bukan sajak pun puisiku
mata, mulut,hidung juga telingamu
kepala, tangan dan langkah kakimu

denyut nadi dan detak jantungmu
tak bergeming dari keyakinanmu
qalbu jadi penuntunmu
memahami tapak demi tapak perjalananmu

mutiara itu bukan katakataku,
adalah kamu yang tak pernah berpaling dari suara hatimu
yang bergema ke seluruh panca inderamu
adalah rasa membimbing langkahmu

tak ada rahasia malam yang indah
seindah langkah kakimu di pagi hari
melati atau belati itulah kita
di pengadilan senja nanti...



abdie, 2008

Orasi Nasi Basi

Budaya,
budi daya kriminalitas
tumbuh subur tanpa batas
di tiap jengkal tak ber-alas
sesak di pintu menghela nafas

Malu,
kemaluan tergadaikan
di papan nama pintu ruangan
gedung pencetus keadilan
terselip di saku pesuruh kejaksaan

satu dua tiga lembar naskah di teriakkan
suara mengendap di selangkangan zaman
hak azasi manusia musnah di gilas roda peradaban
mengantri di lorong gelap kesejahteraan

Nasi basi,
kemanusiaan adalah nasi basi
budaya yang terkapar di jalanan
malu hanya milik peladang tanah garapan

keadilan hanyalah orasi nasi basi
dari sejuta liur yang mengantri tunggu mati



abdie,Jatinangor 2008

Kuludahi Wajahku

menjamah sepi
mencumbui sunyi
sendiri bukan berarti bisu
terpaku saksikan waktu berlalu

perahu retak tanpa jangkar
berlabuh di dermaga dangkal
terlentang menatap bintang
merayu angin mengusir dingin 

waktu berbagi candu
pikir meraung menanti buih
menghempas angan ke pusaran panas
yang perlahan panggang nafas

di ujung jalan,
julurkan lidah semburkan ludah
membuih putih membasuh wajah
wajah usang sisa sengatan



abdie,Pangandaran,2010

Kotaku Makin Beringas

Gairah tanpa busana
binal di bawah remang
meninggi nafas menguap nafsu
menggelinjang, di dekap angkara

terjepit di selangkangan zaman
terjebak di lembah peradaban
realita jadi alat pemusnah
tak sisakan ruang sekedar menghela nafas

di panggung panggung tarian erotis
kaum barbar mengumbar syahwat
lupa dasi lupa safari, di tanggalkan
baju kebesaran lusuh di bawah temaram



abdie, Bandung 12052011

Senandung Malamku

irama misteri cinta dan syair rindu
tentang wacana politik dan kerakusan
kisah penguasa dan air mata jelata
tentang ashma dalam tubuh murka

cerita jalang siang, jadi potret  kelam
nafsu melukis syahwat di bibir wanita malam
status khusus menata cerita puisi palsu
dendang sajak merangkak dalam lelap

kata di beranda rasa di curi asa
mengendap di ampas kopi
menjadi tumbal katakata gombal
di cermin retak tubuh yang bebal

berkaca di bayang kelam
membaca samar semua tulisan
kolaburasi antara hidup dan mati
rampak gendang kehidupan dan kematian

irama dan sebait cerita
kisah remang wajah dalam bayang
mengiringi senandung malamku...



abdie,12052011

Di Dasar Sunyi

diantara belukar tentukan pilihan
desah galau menjadi racau
tubuh tubuh menepi dinding
berharap uluran kabut berikan sunyi

atas  pasrah yang di gagahi
terkapar dilindas amarah
menggigil di sudut sempit
sesalkan sesat yang berkarat

di dasar sunyi terdengar ratap
sebelum tubuh rata seperti pijakan
izinkan tangan meraih embun
meski di ujung daun yang kering



abdie,12052011

Selamat malam sayang

pijarku tak kan pernah me-redup
abadi dalam diri, kekal dalam kelana
menjelma mengisi tiap detak saat jeda
hembusan nafas mengisi hampa

ruang kosong tak lagi sia sia tanpa makna 
hitungan angka tanda usia tak kan sanggup,
mengubur sebait kisah, bukan lagi kata cinta pun rindu yg membutakan
nyatakan hidup adalah segalanya, di titik ke-tujuh ikrar kita...
  
nanti atau besok pagi,  saat waktu memanggilku,
taburkan saja rumput liar tak perlu bunga mawar
harum nafas do'a-mu, membuat aku lelap dalam gelap
damaiku luruh dalam ikhlas rengkuh tubuhmu...



abdie, 12052011