Ae. R


Senin, 04 Juli 2011

Pencarianku

ku mendaki,
hingga puncak gunung
lewati  bukit, lalui tebing
tuk mencari sang waktu

lebatnya rimba gelapnya goa
merayapi dinding-dinding terjal
menyibak rimbun semak-semak 
kutelusuri setiap jejak telapak

hingga termenung, diantara riak
dalam debur ombak dan deru gelombang
kutitipkan semua jerit kesakitan
berharap, yakinku membatu seperti karang

jiwa raga teramat fakir
akan adab dan adat, budi pun pekerti
memintal waktu berpacu dengan nafsu
membuka sekat tiap lingkaran

ribuan keluh berjuta hujat
penjarakan rasa lemahkan iman
lupakan segala puja, sirnalah sifat
dan gelaplah jiwa ini menjauhi  terang

hati berontak menghujat gejolak
tak ingin jiwa fakir adab dan sesat
tak ingin raga fakir segala adat
biarlah segala cacat menghakimiku

Apalah artinya aku
Jika tak mengenal sang waktu
Di kaki langitMu
...

Abdie, Gunung Manglayang2002

Kasih Itu

Masih menggenang
Kenangan di beranda
Kuselami, aku yang mati
Kamu abadi merupa terang

Di tiap putaran,
Meski berganti kisah
Di tiap perjalanan
Insan berubah

Kamu tak musnah
Kekal, hingga putaran berikut
Kasih...

Abdie,04072011

Nafas Temaram

Muram wajah
Menyulam kata 
Di ujung malam
Kota kembang


Sajak cinta
Syair rindu
Menyayat luka
Kulit berdaki


Kosong tatapmu
Menatap langit
Tak ada bayang
Titik terang


Kejora yang hilang
Jadi lirik lagumu
Esok pagi sebrangi hari
Bersama gitar tuamu

Temani laju bis kota
Berharap kejora di dalamnya

Pijar trotoarmu
Nafas temaram
Tanpa janji
Berlalu pergi


Abdie, Bandung2007

Nafas Trotoar

Lingkar,
Melingkar serupa ular
Nafas-nafas tersengal di tepi trotoar
Mengembun di dinding mimbar

Terhempas, 
Roda zaman yang katanya berputar
Menunggu giliran hingga terkapar
Menjadi cerita yang tak pernah di gelar
Di atas panggung pun film layar lebar


Abdie,13052011

Melengganglah

Tak lelah bercanda resah
Tak ada kibar putih tanda menyerah
Tersapu ombak di hempas gelombang
Energi semesta setegar karang,
Menyatu setubuh tulang


Lenggang,
Melenggang menari telanjang
Samar dalam tatapan jalang
Menuju ke ujung jalan
Menyatu, lebur dalam kelam
Sirna merupa malam




Abdie,2011

Reaktor

Teriak jiwa 
Bebas merdeka
Membentur dinding gelak tawa

Dalam riuh tepuk dan sorak

Mulut bertaut menyulut kemelut
Memenggal sebait syair
Terkapar di ruang hampa
Cinta terluka bersimbah darah

Angkara bebas mengalir
Menjadi akhir sebuah tabir
Hamba tuhan kian beringas
 

Memancung cinta di ruang sidang


Pemuja tuhan lupakan cinta
Gadaikan kitab ke tangan murka
Rusuh, kisruh pertiwi kembali terluka
Terberai cinta kota- kota sampai belantara

Tak ada kidung pun pantun
Hanya seruan teror yang melantun
Mengisi ruang - ruang kosong
Menjadi ledakan tanpa kendali


Abdie,03072011


Cinta

Saat cinta bergelimang harta
Mahkotanya kilau permata 
Tak tersentuh tangan yang papa
Ia menjadi pusara kaum duafa


Saat cinta itu bertasbih
Takkan terdengar jerit merintih
Wajah - wajah yang letih 

Berharap belas kasih




Abdie,03072011




Terasi Dan Puisi

Terasi,
Terserah mau ngomong apa
karena aku suka terasi
tak ada beda saat kucium dari semua sisi
aku, kamu, kita bahkan mungkin semua orang tahu
kebenaranpun terbukti, tanpa basa basi
ya, ini bau terasi


Puisi,
bisa juga menjadi berarti
tak peduli siapa, semua bisa menikmati
bahkan ketika aku tak miliki kitab suci
ia mampu memberi makna tentang hati


Sebelum basi
Kunikmati saja
Puisi bau terasi
Sekedar bumbu peti mati




Abdie,2011

Ini Aku Bukan Kamu

Hidup,
Aku pernah memakinya
Menganggap kematian hanya gurauan
Akhir cerita  pertunjukkan opera


Oh, begitu liar...
Saat ku masuki perangkap
Kebebasan itu menjadi biadab
Se saat gemerlap lalu lenyap


Perlahan, hiruk pikuk itu 
Sisakan bau busuk
Sendiri, terpuruk ditinggal pergi
Sepi tak ada lagi nyanyian


Resah
Gelisah
Mengaduh
Luluh bersimpuh


Semua sesal
Melempar jiwa
Ke dalam panasnya lava
Tenggelam, hitam pekat berkarat


Abdie,04072011