Ae. R


Minggu, 10 Juli 2011

Cahaya Negeri Yang Terlupakan

Panas terik membakar bumi pertiwi
Langitpun enggan memberi teduh
Seakan malas angin berhembus

Sepertinya enggan pula berbagi sejuk

Mengering airmata Pertiwi

Panas tubuhnya seperti sirna
Tak ada penawar dahaga dan kehangatan
Barat, timur, utara dan selatan, tak memberi lagi tempat bernaung


Inilah wajah negeriku
Kelaparan berjalan di jalanan berdebu, dan berbatu
Di jalanan aspal yang berlobang,

Di atas pecahan trotoar jalanan
Di atas tanah retak, berserakan ranting dahan rapuh
Miring papan reklame di pinggir jalan, gubuk miring pinggir kali
Mereka tetap berjalan mencari tempat penawar lapar


Inilah wajah negeriku
Suara serak dan parau robot lapar yang berteriak
Dimana tuanku,dimana sang raja, tempatku bernaung
Dimana pangeran besarku, yang mampu menerangi pertiwi
Apakah dia terbang bersama debu jalanan, atau sembunyi di bawah tanah retak
Atau duduk manis di balik papan reklame miring
Teriakan parau itu adalah suara negeriku


Sementara badut dengan seragam safari, asik menari di atas panggung
Tak pedulikan robot lapar yang mulai lunglai

Bapa monyet di atas mimbar, meneriakan perdamaian
Tetapi teriakan lantang itu berakhir pertikaian
Inspirasi yang membentuk emosi para politisi, tidak membuat indah bait dalam puisi negeri
Tetapi berubah jadi ambisi yang berbuah konspirasi


Anarkhi seperti sarapan pagi anak anak negeri yang mencari jati diri
Tak hiarukan robot lapar yang berkeringat nanah dan darah
Yang membanjiri jalan- jalan desa, anak hutanpun ikut hanyut dengan busur panahnya
Mengalir deras dihalaman istana, jalan besar hingga tiap sudut kota


Inilah wajah negeriku
Selembar naskah kebijakan hanya jadi coretan dinding gedung rakyat
Menghasilkan tulang belulang robot-robot lapar yang tergeletak
Keadilan hanya jadi syair lagu yang tidak laku dan bait lirik puisi robek
Ratu adilpun menangis karena hanya di pajang dalam ruangan mewah
Indah terpampang di balik kursi bapa monyet, dengan menyimpan berjuta makna


Inilah wajah negeriku
Debu jalanan, ambisi penguasa, keserakahan sang raja, parau suara robot lapar
Nanah dan darah yang mengalir, belulang robot lapar yang berserakan
tarian panggung badut bersafari, sajak bp monyet di atas mimbar
Membunuh makna PANCASILA
Membinasakan arti BHINNEKA TUNGGAL IKA
Cahaya Negeri yang terlupakan
Putuslah sudah rantai persatuan bangsa,

Lelap dalam mimpi damai anak- anak negeri


Abdie, 09052010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar